Stephen W.Littlejohn
Stephen Littlejohn (Ph.D., University of Utah), adalah konflik manajemen konsultan, mediator, fasilitator, dan trainer. Dia adalah konsultan untuk Konsorsium Dialog Publik dan mitra dalam Domenici Littlejohn, Inc Stephen adalah co-penulis Konflik Moral: When Worlds Collide Sosial (Sage, 1997) dan telah menulis banyak buku dan artikel lainnya pada komunikasi dan konflik. Dia adalah seorang profesor komunikasi di Humboldt State University di California dan saat ini Asisten Profesor Komunikasi dan Jurnalistik di Universitas New Mexico. Dia telah melakukan penelitian tentang mediasi dan manajemen konflik selama 19 tahun dan telah menjadi mediator aktif selama delapan. Stephen telah menjadi konsultan untuk klien seperti Waco Youth Summit, Aliansi untuk Konstruktif Komunikasi, Kota Cupertino, Columbia Basin College, dan Washington State University.
Stephen W. Littlejohn adalah orang komunikasi yang juga berbicara tentang filsafat komunikasi. Littlejohn menelaah teori dan
proses komunikasi. Littlejohn membagi proses komunikasi dalam tiga tahap dan empat tema utama. Tahapan itu adalah tahap metateoritis, hipotetis dan deskriptif.Tema utamanya adalah tema epistemologis, ontologis, perspektif dan aksiologis.
Dalam bukunya yang berjudul "Theories of Humas Communication", Littlejhon menyajikan suatu sub bab yang berjudul "Philosophical Issues in the Study of Communication", yang menelaah teori dan proses komunikasi dengan membagi menjadi tiga tahap dan empat tema. Tahap pertama adalahmetatheorical, kedua hypothetical, dan ketiga descriptive. Sedangkan tema yang empat itu adalah epistemology[pertanyaan mengenai pengetahuan],onology [pertanyaan mengenai eksistensi], perspective [pertanyaan mengenai fokus] dan axiology[pertanyaan mengenai nilai].
Tahap Metatheorical, Meta mempunyai beberapa pengertian, yakni [1] berubah dalam posisi/changed in position, [2] melebihi/beyond, diluar pengertian dan pengalaman manusia/trancending, serta lebih tinggi/higher.
Sedangkan pengertian teori menurut Schramm adalah "suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi dapat dihasilkan yang dapat dikaji secara ilmiah, serta pada dasarnya dapat dilakukan dengan prediksi mengenai tingkah laku".
Littlejohn sendiri mengartikan metateori sebagai spekulasi terhadap sifat penyeledikan yang melebihi atau luar isi khusus dari teori tertentu. Penyeledikan tersebut bisa berupa pertanyaan apa yang akan diamati, bagaimana pengamatannya dilakukan, dan bentuk teori yang bagaimana yang akan diambil.
Tahap Hipotetikal, Ini adalah tahap teori di mana tampak gambarn realitas dan pembinaan kerangka kerja pengetahuan.
Tahap Deskriptif, Tahap ini meliputi pernyataan-pernyataan aktual mengenai kegiatan dan penemuan-penemuan yang berkaitan dengannya.
Ketiga tahap tersebut tidak berlangsung secara terpisah, apabila beroperasi pada salah satu tahap, seorang cendekiawan selalu menelaah dua tahap lainnya.
1. Tema epistemological
Sebagaimana telah dijelaskan ketika membahas pemikiran lanigan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia.Tegasnya epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan.
Dalam kaitannya dengan pentahapan tadi, tema epistemologikal pada tahap metateorikal meliputi pretanyaan-pertanyaan metodologi yang telah disinggung tadi, yakni cara bagaimana pengetahuan disusun dan bahan yang telah diperoleh.
Tema epistemologikal dikaji dari tahap hipotetikal bersangkutan dengan metode dan prosedur dalam menguji dugaan-dugaan sementara.
Tema epistemologikal dilihat dari tahap deskriptif menyangkut instrumen dan teknik dalam rangka melakukan verifikasi sebagai penilaian yang objektif.
Dalam hubungannya dengan tema epistemologikal, Littlejohn mengajukan pertanyaan, "dengan proses bagaimana timbulnya pengetahuan?" Menurut dia, pertanyaan itu amat kompleks dan perdebatan mengenai masalah ini justru terletak pada "hati" estimologi.
Dikatakannya bahwa mengenai persoalan itu terdapat empat posisi:
a. Mentalisme atau rasionalisme yang menyatakan bahwa pengetahuan timbul dari kekuatan pikira manusia. Posisi ini menempatkan dirinya pada penalaran manusia.
b. Empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan muncul dalam persepsi. Kita mengalami dunia dan melihat apa yang sedang terjadi.
c. Konstruktivisme yang menyatakan bahwa orang menciptakan pengetahuan agar berfungsi secara pragmatis dalam kehidupannya. Orang memproyeksikan dirinya kepada apa yang dialaminya. Para konstuktivis percaya bahwa fenomena di dunia dapat dikonseptualisasikan dengan berbagai cara, di mana pengetahuan berperan penting bagi seseorang untuk merekayasa dunia.
d. Konstruktivisme sosial mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk interaksi simbolik dalam kelompok sosial. Dengan lain perkataan, realitas dikonstruksikan secara sosial sebagai produk kehidupan kelompok dan kehidupan budaya.
2. Tema ontologi
Apabila epistemologi adalah studi terhadap pengetahuan, ontologi adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud [nature of being], atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui.Dalam imu pengetahuan sosial, ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial.
Pentingnya persoalan ontologis, sebab cara para teoritisi mengkonseptualisasikan komunikasi bergantung pada bagaimana pandangannya terhadap komunikator.
Littlejhon mengatakan bahwa meski dalam teori komunikasi tampak berbagai posisi ontologis, tetapi dapat dikelompokkan menjadi dua posisi dasar yang saling berlawanan.
a. Teori aksional [actional theory]
Teori ini mengganggap bahwa orang menciptakan makna, mereka mempunyai tujuan, mereka menentukan pilihan nyata.Pandangan aksional berpija pada landasan teleologis, yang menyatakan bahwa orang mengambil keputusan yang dirancang untuk mencapai tujuan.
b. Teori nonaksional [nonactional theory]
Teori ini menganggap bahwa perilaku pada dasarnya ditentuka oleh dan responsif terhadap tekanan-tekanan yang lalu.Dalam tradisi ini dalil-dalil tertutup biasanya dipandang tepat; interpretasi aktif yang dilakukan oleh seseorang dilihat dengan sebelah mata.
3. Tema perspektival
Perspektif suatu teori terdapat pada fokusnya.Perpektif berkorelasi dengan epistemologi dan ontologi disebabkan bagaimana teoritisi memandang pengetahuan dan bagaimana pengaruhnya terhdap perspektif teori.Setiap teori komunikasi menyajikan perspektif khusus darimana prosesnya dapat dipandang.
Walaupun perspektif teoritikal dapat dikonseptualisasikan dalam berbagai cara, Littlejhon menyajikan empat jenis yang dinilainya memadahi, yakni:
a. Perspektif behavioristik [Behavioristic perspective]
Perspektif ini yang ditimbulkan dari psikologi mazhab perilaku atau mazhab behavioral, menekankan pada rangsangan dan tanggapan [stimulus dan respon]. Teori komunikasi yang menggunakan perspektif ini cenderung untuk menekankan pada cara bahwa orang dipengaruhi oleh pesan. Teori seperti ini cenderung untuk menyesuaikan diri kepada asumsi-asumsi yang bersifat non-aksional.
b. Perspektif transmisional [Transmissional perspective]
Teori transmisional memandang komunikasi sebagai pengiriman informasi dari sumber kepada penerima. Mereka menggunakan gerakan model linier dari suatu lokasi ke lokasi lain. Perspektif ini menekankan pada media komunikasi, waktu, dan unsur-unsur konsekuensial.Umunya ini berdasarkan asumsi non-aksional.
c. Perspektif interaksional [interactional perspective]
Perspektif ini mengakui bahwa para pelaku komunikasi secara timbal balik menanggapi satu sama lain. Apabila perspektif transmisional bersifat linier, perspektif interaksional bersifat sirkular.Umpan balik dan efek bersama merupakan konsep kunci.
d. Perspektif transaksional [transactional perspective]
Perspektif ini menekankan kegiatan saling memberi. Ia memandang komunikasi sebagai suatu hal dimana pesertanya terlibat secara aktif. Teori perspektif transaksional menekankan pada konteks, proses, dan fungsi. Dengan kata lain, komunikasi dipandang situasional dan sebagai proses dinamis yang memenuhi fungsi-fungsi individual dan sosial. Perspektif ini menekankan holisme, yang membayangkan komunikasi sebagai proses saling menyampaikan makna.
4. Tema Aksional
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Secara keseluruhan, dalam proses aksiologi terdapat dua posisi umum, yakni:
a. Ilmu yang sadar nilai [value-conscious] mengakui pentingnya nilai bagi penelitian dan teori serta secara bersama-sama berupaya untuk mengarahkan nilai-nilai itu kepada tujuan yang positif.
Ilmu yang bernilai netral [value-neutral] percaya bahwa ilmu menjauhkan diri dari nilai-nilai, dan bahwa para cendikiawan mengontrol nilai-nilai itu.
Stephen W. Littlejohn adalah orang komunikasi yang juga berbicara tentang filsafat komunikasi. Littlejohn menelaah teori dan
proses komunikasi. Littlejohn membagi proses komunikasi dalam tiga tahap dan empat tema utama. Tahapan itu adalah tahap metateoritis, hipotetis dan deskriptif.Tema utamanya adalah tema epistemologis, ontologis, perspektif dan aksiologis.
Dalam bukunya yang berjudul "Theories of Humas Communication", Littlejhon menyajikan suatu sub bab yang berjudul "Philosophical Issues in the Study of Communication", yang menelaah teori dan proses komunikasi dengan membagi menjadi tiga tahap dan empat tema. Tahap pertama adalahmetatheorical, kedua hypothetical, dan ketiga descriptive. Sedangkan tema yang empat itu adalah epistemology[pertanyaan mengenai pengetahuan],onology [pertanyaan mengenai eksistensi], perspective [pertanyaan mengenai fokus] dan axiology[pertanyaan mengenai nilai].
Tahap Metatheorical, Meta mempunyai beberapa pengertian, yakni [1] berubah dalam posisi/changed in position, [2] melebihi/beyond, diluar pengertian dan pengalaman manusia/trancending, serta lebih tinggi/higher.
Sedangkan pengertian teori menurut Schramm adalah "suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi dapat dihasilkan yang dapat dikaji secara ilmiah, serta pada dasarnya dapat dilakukan dengan prediksi mengenai tingkah laku".
Littlejohn sendiri mengartikan metateori sebagai spekulasi terhadap sifat penyeledikan yang melebihi atau luar isi khusus dari teori tertentu. Penyeledikan tersebut bisa berupa pertanyaan apa yang akan diamati, bagaimana pengamatannya dilakukan, dan bentuk teori yang bagaimana yang akan diambil.
Tahap Hipotetikal, Ini adalah tahap teori di mana tampak gambarn realitas dan pembinaan kerangka kerja pengetahuan.
Tahap Deskriptif, Tahap ini meliputi pernyataan-pernyataan aktual mengenai kegiatan dan penemuan-penemuan yang berkaitan dengannya.
Ketiga tahap tersebut tidak berlangsung secara terpisah, apabila beroperasi pada salah satu tahap, seorang cendekiawan selalu menelaah dua tahap lainnya.
1. Tema epistemological
Sebagaimana telah dijelaskan ketika membahas pemikiran lanigan, bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia.Tegasnya epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan.
Dalam kaitannya dengan pentahapan tadi, tema epistemologikal pada tahap metateorikal meliputi pretanyaan-pertanyaan metodologi yang telah disinggung tadi, yakni cara bagaimana pengetahuan disusun dan bahan yang telah diperoleh.
Tema epistemologikal dikaji dari tahap hipotetikal bersangkutan dengan metode dan prosedur dalam menguji dugaan-dugaan sementara.
Tema epistemologikal dilihat dari tahap deskriptif menyangkut instrumen dan teknik dalam rangka melakukan verifikasi sebagai penilaian yang objektif.
Dalam hubungannya dengan tema epistemologikal, Littlejohn mengajukan pertanyaan, "dengan proses bagaimana timbulnya pengetahuan?" Menurut dia, pertanyaan itu amat kompleks dan perdebatan mengenai masalah ini justru terletak pada "hati" estimologi.
Dikatakannya bahwa mengenai persoalan itu terdapat empat posisi:
a. Mentalisme atau rasionalisme yang menyatakan bahwa pengetahuan timbul dari kekuatan pikira manusia. Posisi ini menempatkan dirinya pada penalaran manusia.
b. Empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan muncul dalam persepsi. Kita mengalami dunia dan melihat apa yang sedang terjadi.
c. Konstruktivisme yang menyatakan bahwa orang menciptakan pengetahuan agar berfungsi secara pragmatis dalam kehidupannya. Orang memproyeksikan dirinya kepada apa yang dialaminya. Para konstuktivis percaya bahwa fenomena di dunia dapat dikonseptualisasikan dengan berbagai cara, di mana pengetahuan berperan penting bagi seseorang untuk merekayasa dunia.
d. Konstruktivisme sosial mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk interaksi simbolik dalam kelompok sosial. Dengan lain perkataan, realitas dikonstruksikan secara sosial sebagai produk kehidupan kelompok dan kehidupan budaya.
2. Tema ontologi
Apabila epistemologi adalah studi terhadap pengetahuan, ontologi adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud [nature of being], atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui.Dalam imu pengetahuan sosial, ontologi terutama berkaitan dengan sifat interaksi sosial.
Pentingnya persoalan ontologis, sebab cara para teoritisi mengkonseptualisasikan komunikasi bergantung pada bagaimana pandangannya terhadap komunikator.
Littlejhon mengatakan bahwa meski dalam teori komunikasi tampak berbagai posisi ontologis, tetapi dapat dikelompokkan menjadi dua posisi dasar yang saling berlawanan.
a. Teori aksional [actional theory]
Teori ini mengganggap bahwa orang menciptakan makna, mereka mempunyai tujuan, mereka menentukan pilihan nyata.Pandangan aksional berpija pada landasan teleologis, yang menyatakan bahwa orang mengambil keputusan yang dirancang untuk mencapai tujuan.
b. Teori nonaksional [nonactional theory]
Teori ini menganggap bahwa perilaku pada dasarnya ditentuka oleh dan responsif terhadap tekanan-tekanan yang lalu.Dalam tradisi ini dalil-dalil tertutup biasanya dipandang tepat; interpretasi aktif yang dilakukan oleh seseorang dilihat dengan sebelah mata.
3. Tema perspektival
Perspektif suatu teori terdapat pada fokusnya.Perpektif berkorelasi dengan epistemologi dan ontologi disebabkan bagaimana teoritisi memandang pengetahuan dan bagaimana pengaruhnya terhdap perspektif teori.Setiap teori komunikasi menyajikan perspektif khusus darimana prosesnya dapat dipandang.
Walaupun perspektif teoritikal dapat dikonseptualisasikan dalam berbagai cara, Littlejhon menyajikan empat jenis yang dinilainya memadahi, yakni:
a. Perspektif behavioristik [Behavioristic perspective]
Perspektif ini yang ditimbulkan dari psikologi mazhab perilaku atau mazhab behavioral, menekankan pada rangsangan dan tanggapan [stimulus dan respon]. Teori komunikasi yang menggunakan perspektif ini cenderung untuk menekankan pada cara bahwa orang dipengaruhi oleh pesan. Teori seperti ini cenderung untuk menyesuaikan diri kepada asumsi-asumsi yang bersifat non-aksional.
b. Perspektif transmisional [Transmissional perspective]
Teori transmisional memandang komunikasi sebagai pengiriman informasi dari sumber kepada penerima. Mereka menggunakan gerakan model linier dari suatu lokasi ke lokasi lain. Perspektif ini menekankan pada media komunikasi, waktu, dan unsur-unsur konsekuensial.Umunya ini berdasarkan asumsi non-aksional.
c. Perspektif interaksional [interactional perspective]
Perspektif ini mengakui bahwa para pelaku komunikasi secara timbal balik menanggapi satu sama lain. Apabila perspektif transmisional bersifat linier, perspektif interaksional bersifat sirkular.Umpan balik dan efek bersama merupakan konsep kunci.
d. Perspektif transaksional [transactional perspective]
Perspektif ini menekankan kegiatan saling memberi. Ia memandang komunikasi sebagai suatu hal dimana pesertanya terlibat secara aktif. Teori perspektif transaksional menekankan pada konteks, proses, dan fungsi. Dengan kata lain, komunikasi dipandang situasional dan sebagai proses dinamis yang memenuhi fungsi-fungsi individual dan sosial. Perspektif ini menekankan holisme, yang membayangkan komunikasi sebagai proses saling menyampaikan makna.
4. Tema Aksional
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Secara keseluruhan, dalam proses aksiologi terdapat dua posisi umum, yakni:
a. Ilmu yang sadar nilai [value-conscious] mengakui pentingnya nilai bagi penelitian dan teori serta secara bersama-sama berupaya untuk mengarahkan nilai-nilai itu kepada tujuan yang positif.
Ilmu yang bernilai netral [value-neutral] percaya bahwa ilmu menjauhkan diri dari nilai-nilai, dan bahwa para cendikiawan mengontrol nilai-nilai itu.
maaf, saran saja, kalau bisa dicantumkan sumbernya ya biar bisa dicantumkan di dafpus :)
BalasHapus